Hitung Mundur
7 hari lagi sebelum 2020 berganti. Sungguh tahun yang terasa panjang, terasa dingin. Tahun kehilangan yang penuh air mata untuk sebagian orang yang menyebutnya bencana, sedang bagi sebagian lainnya tahun ini adalah pelajaran. Ada pencapaian yang terhambat, ada rencana yang gagal, ada mimpi-mimpi yang belum bisa terealisasi, ada harapan yang diubah menjadi versi lebih apa adanya, menyesuaikan situasi, menyesuaikan kondisi. Semuanya terdampak, semuanya kesulitan mencari jalan keluar, semuanya berjuang. Entah ditahun yang akan datang kita menyebut tahun ini sebagai apa, akan selalu ada trauma yang tersisa untuk beberapa yang kehilangan keluarga, sanak saudara, pasangan, buah hati, juga orang tua. Bagi masa depan hari ini adalah sejarah. Orang-orang ini mungkin hanyalah angka, tapi bagi kita yang menyebut diri sebagai manusia, mereka adalah belahan jiwa, orang tersayang, separuh hidup bahkan dunianya. Bagi kita yang masih bisa bernapas, semuanya mungkin menjadi kacau, tak terkendali, tapi bagi mereka yang tiada, bukan hanya terhambat, belum bisa terealisasi, ataupun akan diganti tapi terhenti. Entah itu mimpi, entah itu rencana hidupnya. Sakit rasanya harus menjadikan ini sebagai sebuah perbandingan. Terkadang kita baru bisa bersyukur jika melihat ketidakberuntungan yang terjadi dibanding yang kita rasakan. Mengapa bersyukur bisa terdengar seegois itu? Mengapa harus ada yang kurang dulu agar kita bisa merasa lebih? Semoga tahun mendatang kita bisa hidup dengan rasa syukur tanpa perbandingan, tanpa harus melihat ada yang terluka lebih dulu. Kita bisa mendefinisikan kecukupan dengan lebih sederhana, tanpa melihat ke kanan maupun kiri. Hanya pada kedalaman diri dan hati kita secara pribadi.