Happ(y) en(d)ing
Suatu hari saya berbicara dengan seorang teman tentang seberapa dalam kita mengenal seseorang. Akankah lamanya waktu yang dihabiskan bisa menipiskan kesalahpahaman? Akankah komunikasi yang terjalin dalam rentang waktu yang tak sebentar bisa mengikis perasaan egois satu dengan yang lainnya ketika didera masalah. Jawabannya belum tentu. Benar kata orang, kita dikatakan layak untuk memberikan penilaian atas orang lain jika kita sudah menghabiskan waktu dalam satu atap bersama, makan bersama, tidur bersama hingga melakukan perjalanan bersama. Tidak ada ukuran waktu yang bisa dijadikan patokan seberapa dalam seseorang mengenal kita. Bisa jadi kita menyebut seseorang sahabat namun kita tidak tahu masalah terpuruk yang pernah dihadapinya, kita tidak pernah membahas lebih dalam tentang keluarganya, kita tidak pernah berdiskusi tentang keputusan-keputusan yang pernah dia ambil selama hidupnya. Apa yang melatarbelakangi sampai ia bisa menjadi dirinya yang sekarang, apa hal yang paling ingin dia lakukan dan belum tercapai hingga sekarang? Barangkali kita hanya mengenal mereka dari apa yang hanya ingin dia ceritakan, yang hanya ingin dia perlihatkan. Sebab pada dasarnya seluruh dari kita punya rahasia yang hanya diri kita dengan Tuhan yang mengetahuinya. Ada bagian lemah dalam diri kita yang tidak ingin kita tunjukkan pada orang lainnya. Dengan alasan-alasan itu, seharusnya bisa menjadi alasan kita untuk mendalami lebih dalam seseorang ketika dihadapkan dengan kesalahpahaman. Sayangnya, tidak semua orang punya rasa toleransi yang tinggi, pun sifat empati untuk memahami. Rasa marah, tersinggung, takut, insecure, overthinking, cemburu dan lainnya adalah bahan bakar terbaik untuk menghancurkan sebuah hubungan. Pada akhirnya, seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk mengenal seseorang tidak menjamin orang itu akan setia. Tidak berarti hubungan itu berjalan baik seperti kelihatannya. Akan tetapi waktu pasti memberikan pelajaran tentang ketulusan dan isi hatinya. Semoga seberapapun kecilnya lingkaran pertemanan kita nantinya, tidak sekali-kali mengakhiri sebuah hubungan baik yang dulunya terjadi dengan menceritakan kejelekan. Sebab yang memilih mereka untuk masuk dalam lembaran hidup kita adalah kita sendiri. Meski putus hubungan membuat rasa percaya kita menurun, membuat rasa percaya diri kita sempat menghilang, memberikan kecewa hingga trauma yang mendalam, semoga kita tetap bisa memetik pelajaran, bisa menghargai keberadaan seseorang yang cuma sebentar.