Teruntuk...kita?
Dalam hidup ini, kita semua pasti memiliki orang-orang penting dalam dongeng kita sendiri. Partner tokoh utama, orang kedua, orang ketiga, penghibur ketika dirundung pilu, pengganggu, dan sebagainya. Mereka tidak mengambil bagian, kita semua yang memetakkan. Yang terpenting dalam hidup kita terpilih menjadi pemeran-pemeran terbaik. Cerita dengan berbagai jilid. Dari kisah masa kecil hingga kisah masa remaja juga dewasa. Orangnya berbeda, jika sama mungkin ceritanya tak mungkin berwarna. Beberapa hal yang kita lakoni terjadi karena penghayatan atas drama yang kita suka kemudian berharap serupa, atau cerita yang kita harap berakhir bahagia meski kenyataannya memerankan kehidupan nyata tak seindah dan semudah cerita. Berharap semua yang terjadi dalam hidup dapat terselesaikan sesederhana di drama. Berekspektasi setinggi-tingginya. Hingga hal terburuk lainnya seperti mengaplikasikan adegan yang kita sendiri paham, mampu menimbulkan masalah yang beragam. Tapi, bukan manusia namanya jika tidak dipenuhi rasa penasaran. Tidak keren rasanya jika melihat, mendengar, tanpa melakukan juga merasakan. Dan kemudian mendapati hal-hal yang begitu membuat kecewa. Tiba-tiba benci padahal dulunya saling memahami. Tiba-tiba pergi padahal dulunya saling menaruh hati. Tiba-tiba berselisih padahal dulunya saling melengkapi, enggan beralih. Kenyataannya, kita semua lupa bahwa manusia punya keterbatasan. Menuntut sempurna tidak akan kita dapatkan sampai menua atau tinggal nama. Ekspektasi membuat kita mengharap semua yang kita inginkan harus terjadi. Kalau saja kita semua memahami, bahwa menjaga apa yang telah kita punya dengan mensyukurinya jauh lebih bermakna dari pada menuntut segala kesempurnaan yang bersifat fana. Jika saja menyayangi seseorang bisa dilakukan dengan berhenti berandai-andai akan hal baik yang tidak dimilikinya, maka mencari yang lainnya bisa jadi tidak terpikir dibenak kita. Jika saja menyayangi seharusnya bersedia memafkan segala hal buruk yang ada pada diri orang yang kita cinta, maka perdebatan tidak akan panjang dan berakhir pada perpisahan. Jika menyayangi seharusnya sebisa mungkin mengintrospeksi diri sendiri agar tak menyayat hati orang lain saat dirundung masalah yang berat maka saling menyalahkan mungkin tak benar-benar ada. Yang ada hanya penerimaan, juga perdamaian. Tidak gampang, bukan berarti tidak mungkin. Selama kita sama-sama berjuang. Sama-sama siap memaafkan kesalahan orang lain dengan terus berdo'a kepadaNya agar dibolak balikkan hati kita untuk sekadar menerima kemudian memaafkan.