Kamis, 03 Maret 2016

      Indonesian Pharmaceutical Leadership Forum 2016. Kalau bisa disimpulkan menjadi satu kata, saya akan memilih kata BERKESAN.
Di sanalah saya merasakan memiliki keluarga dari Sabang sampai Merauke yang tidak pernah saya impikan sebelumnya. Menerima segala macam almamater yang bahkan tidak pernah sadar, ada warna almamater semacam itu di Universitas se-Indonesia. Bersua dengan orang-orang hebat yang memiliki passion beragam, hebat dalam kepemimpinan, dalam tampil didepan audiens bahkan memilki 1001 cara menarik perhatian pendengar yang pastinya memiliki keegoisan di dalam diri masing-masing. Hebat dalam melobby, mempertimbangkan, mengkritisi, bahkan mengawal perubahan. Setiap mendengar forum kepemimpinan tentunya dibenak kita semua adalah menyeramkan. Takut dibuat minder, takut malu karena kekurangan ilmu, takut tidak mampu membanggakan almamater, atau bahkan takut tidak mampu beradaptasi dengan orang-orang yang nyatanya akan lebih hebat dari kamu. Semua ketakutan menumpuk jadi satu di awal pendaftaran. Iya, pendaftaran. Semua hal tersebut saya alami jauh lebih dulu. Kenapa begitu? Supaya ketika saya mampu maju ketahap berikutnya ketakutan itu bisa saya kendurkan dan lepaskan satu per satu.

Alhamdulillah cukup panjang proses menjadi peserta kegiatan ini dan akhirnya sampailah saya pada tahap kedua yang dipenuhi dengan berbagai macam tugas essay. Merupakan tantangan buat saya yang dulunya suka sekali menulis namun menjadi penulis writers block yang kebingungan menuliskan opini mengenai isu kefarmasian atau bahkan hanya sekedar kabinet ideal menurut saya. Berbagai proses panjang akhirnya menghantarkan saya ditempat ini. Sebelumnya saling menyapa di Line IPLF 2016 sudah kami rasakan sebelumnya sebagai bumbu saling tahu sebelum bertemu. Terkotak-kotak pastilah tentu. Berbagai wilayah asyik sendiri dengan obrolan wilayahnya, kemudian menjadi saran empuk masuknya argumen atau opini-opini lucu yang berakhir dengan perkenalan satu per satu. Bahkan di Hari Pertama kegiatanpun sama, masih begitu. Setelah kedatangan kami di berikan Screening yang bagi senua peserta merupakan tes uji nyali. Dengan berbagai ilmu yang dirasa kurang dan belajar yang tidak maksimal kami menyelesaikan tahap ini dengan perasaan campur aduk yang berakhir dengan ilmu sudah tentu. Screening ini merupakan tes untuk memastikan bahwa kami mampu mengikuti serangkaian acara 4 hari kedepan nanti terhitung 18 Februari ini, dan layak mendapat gelar alumni IPLF 2016 dan dapat membuktikan dan mengaplikasikan ilmu yang kami dapat nanti di tingkat komisariat, wilayah, nasional atau bahkan Internasional. Screening berlaku 4 dimensi dimana pembahasannya mencakup Isu Kefarmasian, Non Isu, Kefarmasian, dan Pengembangan Diri.

Tidak selesai sampai disitu, kegiatan di hari pertama ini dilanjutkan dengan materi yang diberikan oleh salah satu  Mawapres Riau (Mahasiswa Berprestasi) yaitu Kak Teguh Pambudi mengenai How to be a Mawapres dan Self Branding. Di materi ini pemikiran kami dibuka mengenai pentingnya self branding. Membuktikan bahwa masing-masing orang punya keistimewaannya masing-masing. Lebih baik menjadi seseorang yang dikenal dari pada terkenal. Dari imbuhan sendiri terlihat jelas bahwa ter = paling, paling kenal. Paling tentunya berbeda dengan dikenal.Sederhananya, orang yang terkenal sekalipun belum tentu dikenal bukan? Self Branding tidak hanya menciptakan kepercayaan diri yang tinggi, namun lebih dari itu, mengajarkan kita untuk menemukan apa sebenarnya passion di dalam diri yang bisa kita maksimalkan dan nantinya dapat menjadi brand kita sendiri. Sedangkan materi mengenai Mawapres lebih mengafah pada taktik dan juga strategi dalam menjadi mawapres. Kami diberikan beberapa pandangan dan gambaran mengenai penilaian seorang Mawapres. Kutipan menarik sebagai penutup materi ini yang cukup menyentuh untuk saya adalah jadikan mawapres bukan sekedar pencapaian tetapi sebagai alasan dari usaha orang lain untuk belajar atau berusaha menjadi seperti dirimu. Akumulasikan semua prestasi-prestasi kecilmu, jangan jadikan prestasi kecil sebagai wadah kepesimisan untuk menjadi mawapres, karena prestasi kecil lebih baik dari pada tidak memiliki prestasi sama sekali bukan? :) Closing statement dari Kak Teguh yang cukup menyentil kami semua, “Mahasiswa terlalu sibuk menjadi Mahasiswa pasif sehingga lupa untuk berkontribusi atau mendaftarkan diri”. Segala niat dan konsep yang kita bangun sedemikian rupa tentang menjadi Mawapres tidak akan ada artinya jika kita tidak mendaftakan diri. Benar? Hehe.

 Hari Pertama diselesaikan dengan kelanjutan screening yang berakhir di pukul 04.00 pagi (19 Februari 2016). Kegiatan dilanjutkan pada Pukul 05.00 yaitu jalan pagi sebagai ajang pengangakraban antar delegasi dengan menikmati jalanan Pagi di Riau. Perlu diketahui bahwa host dari kegiatan IPLF 2016 adalah STIFAR RIAU. 
       Selanjutnya kami sarapan pagi, bersih-bersih dan melanjutkan kegiatan dengan materi yang diberikan langsung oleh Ketua APTFI, Bapak Daryono mengenai Kurikulum Farmasi Indonesia dengan Luar Negeri. Beliau menyampaikan bahwa kurikulum Program Studi Farmasi antar Universitas di Indonesia sebenarnya sudah disama ratakan namun semuanya dikembalikan pada setiap Prodi dari Universitas tersebut. Kurikulum ini memberi sasaran yang mana nantinya semua ilmunya bersifat preventif dan kuratif yang diharapkan dapat mengembangkan tenaga kesehatan di Indonesia. Beliau menjelaskan bahwa di Indonesia begitu mudah dan diberikan kebebasan akan pendirian Prodi Farmasi di setiap Universitas untuk itu diharapkan nantinya pihak-pihak yang bertanggung jawab atas seperti IAI dan APTFI dapat memberikan standarisasi seperti kurikulum -kurikulum yang sudah harus terpenuhi di Universitas tersebut sebagai batasan disetujui atau tidaknya penambahan mahasiswa atau lain sebagainya sehingga diharapkan kualitas mahasiswa Farmasi bisa meningkat dengan mahasiswa yang terbatas namun kualitasnya tak berbatas. 
       Materi selanjutnya yaitu dari salah satu Dewan Perwakilan Daerah RI, ibu Intsiawati Ayus, SH.,MH. materi mengenai Ideologi Politik, Strategi dan Taktik. Materi cukup provokatif bagi kami semua. Penggambaran yang menarik mengenai konsep ideopolstratak serta sentilan-sentilan yang membangun dan memotivasi. Kata beliau,POLITIK adalah ilmu mengolah kemungkinan. Dan dengan berorganisasi tanpa disadari kita sedang melakukan sebuah kegiatan politik. Mengapa begitu? Karena semua organisasi memiliki sebuah tujuan. Untuk itu kita harus memahami bagaimana cara berjuang untuk mencapai suatu tujuan. Kami juga diberikan ilmu mengenai regulasi. Produk Regulasi merupakan hasil kompromi dari sebuah politik yang mana dihasilkan dari sebuah komunikasi yang tentunya terjalin ketika berorganisasi. Dalam berorganisasi seharusnya kita sudah harus paham, apa tujuan kita? Sekedar menghabiskan waktu kah? Satu pernyataan yang cukup menyentil kami semua, “Jangan pernah berbicara target jika belum mengetahui kekuatan anda”
Bagi beliau, politik tidak menghitung kelamin. Maka untuk perempuan yang ingin berpolitik harus paham bagaimana caranya manajemen stress. Jika tidak mampu, maka jangan sekali-kali mengecap dunia politik. Ketika berbicara mengenai strategi maka yang sudah harus muncul dibenak kita semua adalah (apa), Apa yang harus dilakukan supaya organisasi ini menjadi dikenal? 
Dan jawaban dari strategi ini adalah Taktik (Bagaimana), Bagaimana aksi atau tindakan nyata yang harus diambil? Dalam taktik ini tentunya harus ada antisipasi. Harus berimprovisasi dan tentunya perlu banyak inovasi. Kata Beliau, Hal terpenting dalam berorganisasi adalah tuntaskan dulu untuk mengurus diri sendiri. Jika bisa, maka bisa aktif berorganisasi. Jika kita mengharapkan suatu pencapaian yang lebih dalam keorganisasian kita, maka perlu pengorbanan yang berkali-kali lipat lebihnya. Sangat menarik bukan? Tentu. Bahkan kami semua peserta masih belum bisa move on jika membahas mengenai setiap ulasan dari beliau. MENARIK! Satu hal yang masih terngiang juga dibenak kami, ungkapan yang cukup open minded, jika kalian ingin menjadi pembicara hebat seperi saya, maka satu yang perlu kalian lakukan, lulus menjadi pendengar yang hebat. Semua ada masanya. 
        Materi selanjutnya yaitu mengenai Advokasi Media Massa oleh pentingnya publikasi setelah pembahasan merupakan hal utama yang ditekankan karena Media dapat membangun opini yang tentunya dapat mempengaruhi masyarakat. Di sini kami juga diberikan kita-kita mengenai jurnalis yang mana kita harus kenali secara mendalam bagaimana menulis sebuah jurnalistik yang yang baik dengan membuat press release untuk segala kegiatan yang kita canangkan. Hal ini merupakan hal sederhana namun sangat sulit jika dipraktekkan. Selain itu membuat produk media (validitas media massa). Terpnting yang harus kita ingat mengenai hal ini adalah bagaimana cara menggandeng media massa untuk penyaluran setiap issue antar sesama ataupun stakeholder yang kita bahas sehingga dapat terdengar ke pihak atas atau bahkan mendapat tempat untuk ikut ambil bagian dalam sebuah keputusan. Kami juga mendapatkan ilmu mengenai cara mengklarifikasi berita yang berbeda dengan penyampaian sebenarnya atau dengan kata lain hak jawab atas perbedaan suatu issue. Pers tidak dapat dipidana atas suatu informasi yang salah meskipun banyak pers yang sudah merelease berbagai macam informasi yang sedikit melanggar kode etik, berbeda halnya dengan media sosial yang salah mengucap, salah mengkritik, salah menulis dapat dengan langsung dipidana. Itulah berbagai ilmu yang menarik mengenai materi ini oleh salah satu perwakilan media massa di Riau.

Waktu menunjukkan sholat maghrib yang pada rundown tercatat kami para peserta dipersilahkan untuk Sholat dan Makan Malam terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke Materi yang kami tunggu-tunggu yaitu oleh Sekjend IAI Pusat, bapak Noffendri Roestam,  S.Si,Apt. Beliau berbicara mengenai kabar dari profesi apoteker di Indonesia yang tentunya akan merujuk kepada sudah seberapa besar peran apoteker untuk ambil bagian dalam dunia kesehatan Indonesia khususnya dalam melakukan praktik kefarmasian di Indonesia. Praktik kefarmasian ini sendiri merupakan upaya pelayanan dari apoteker Indonesia yang diharapkan dapat membuka wawasan pada masyarakat bahwa ketika masyarakat mengalami kebingungan mengenai obat entah dari segi pengkonsumsian, efek samping, dan lain sebagainya maka tanyakan pada apoteker di Indonesia. Perlu ditekankan disini bahwa esensi dari praktik kefarmasian itu sendiri adalah praktek menjadi apoteker bukan praktek memegang apotek. Jika pemahaman tersebut tumbuh dengan bukti pengimplementasian secara nyata dari apoteker di Indonesia maka sudah dipastikan apoteker dikenal oleh masyarakat di Indonesia. Namun sayangnya, kenyataan yang dihadapi di masyarakat sungguh berbeda. Ketika dilakukan survey secara umum kepada masyarakat dengan memberikan beberapa pertanyaan sederhana mengenai apoteker, secara umum masyarakat mengenal apoteker Indonesia sebagai penjaga apotek dan pembuat obat. Dari kesimpulan berbagai respon yang diberikan, dapat dikatakan bahwa apoteker Indonesia perlu menentukan trade marknya. Layaknya dokter di Indonesia yang dimindsetkan bahwa ketika melihat dokter maka yang diingat adalah stetoskop. Untuk itu, Ikatan Apoteker Indonesia kemudian meninjau hal ini sebagai bagian dari hal menarik yang mungkin dapat membuat suatu kesan yang baru yang dapat menciptakan identitas tersendiri akan apoteker di Indonesia. Tanpa disadari apoteker di Indonesia mulai menciptakan identitasnya sendiri dengan menjadikan pernyataan, "Tanya Obat, Tanya Apoteker" yang diharapkan nantinya dapat menjadi nilai tambah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan keberadaan apoteker di Indonesia. Selain itu tagline "DAGUSIBU" (Dapatkan, Gunakan, Simpan dan Buang Obat) kemudian dibuat sehingga dapat membantu masyarakat juga dalam pembelajaran mengenai pemahaman tentang obat yang mana merupakan program yang dirancang untuk peningkatan identitas apoteker pula. Dalam pembahasan praktik kefarmasian tentunya tidak akan jauh jauh dari peningkatan kearah patient-oriented. Namun bukan berarti dari Ikatan Apoteker Indonesia berniat untuk menyepelekan industri. Pada kenyataannya industri sudah menjalankan perannya dengan baik dan mengalami standarisasi yang berjalan stabil. Sehingga dioptimalkanlah mengenai praktik kefarmasian apoteker di Indonesia ini sebab klinik tinggi kebutuhannya dan juga dengan adanya Permenkes klinik, maka klinik yang ingin melakukan pelayanan kefarmasian harus ada apotekernya. Disinilah pada akhirnya tujuan dari peningkatan praktik kefarmasian yang dilakukan dan diupayakan oleh Ikatan Apoteker Indonesia yaitu memaksimalkan kerja serta peran dari apoteker di Indonesia yang selama ini seperti yang kita ketahui bersama bahwa apoteker dirasa belum memberikan kontribusi yang maksimal dalam hal ini contohnya seperti jarang ditemukannya para apoteker-apoteker di apotek, rumah sakit, puskesmas dan lainnya. Hal inilah yang kemudian memunculkan di cetusnya perancangan mengenai 3 SIPA yang mana ingin diberlakukan aturan bahwa Apoteker masih dapat bekerja di luar dari rumah sakit atau masih dapat berkontribusi dalam bidang kesehatan masyarakat seperti di apotek meski tengah menjadi penanggung jawab dari suatu rumah sakit atau di industri. Bapak Noffendri mengatakan bahwa hal ini diharapkan membuka pemikiran para apoteker di Indonesia bahwa tidak ada batasan untuk pekerjaan dari apoteker jika arahnya kini untuk melakukan praktik kefarmasian. Selain itu diberlakukannya aturan penggunaan jas dan papan praktik apoteker juga dapat mendukung pencapaian akan identitas apoteker yang sedang gencar-gencarnya dilakukan. Selain itu, dengan adanya hal tersebut maka dapat ditindaklanjuti apoteker-apoteker yang kurang sadar akan perannya yang selama ini ternyata tidak maksimal atau hanya sekedar menjadi pemegang apotik bukan melakukan praktik kefarmasian. Tindak lanjut tersebut nantinya akan terus di follow up dan diawasi terus menerus peningkatannya. Entah dari segi penambahan apoteker-apoteker yang membuat papan praktik dan jas apoteker tersebut ataukah lebih dari itu seperti munculnya kesadaran untuk mulai membuktikan eksistensi apoteker di Indonesia dengan melakukan praktik kefarmasian yang sebenar-benarnya. Dan juga diharapkan adanya hal ini dapat menimbulkan ketakutan dari diri apotekernya sendiri jika kelak suatu saat ditanyakan oleh masyarakat mengenai obat atau lainnya namun dia tidak dapat mempertanggungjawabkan. Beberapa hal yang masih menjadi pertanyaan mengenai mengapa lebih diutamakan mengenai pembuktian eksistensi dengan peningkatan praktik kefarmasian dulu baru meminta disahkannya undang-undang khusus tentang profesi apoteker Indonesia sebagai pelindung profesi sendiri ataukah mendesak diciptakannya undang-undang profesi apoteker Indonesia sebagai pelindung segala kebijakan yang diambil dulu baru melakukan pembuktian eksistensi dengan peningkatan praktik kefarmasian kemudian menjadi pertanyaan para mahasiswa farmasi. Dan diputuskan oleh Ikatan Apoteker Indonesia untuk mengutamakan melakukan peningkatan praktik kefarmasian dulu kemudian dilakukan follow up atas beberapa rancangan yang dibuat. Ikatan Apoteker Indonesia menargetkan pengajuan undang-undang mengenai profesi apoteker akan dilaksanakan setelah pembuktian ini menghasilkan suatu pencapaian yang signifikan. Akankah 2018? Semoga. Kita tunggu saja. 
Pesan terakhir dari beliau, mulai hari ini, berkomitmenlah untuk melakukan praktik kefarmasian yang sebenar-benarnya. Dan jika merasa tidak mampu, maka pilihlah untuk tidak mengambil bidang ini dan kembangkan dibidang lain. Menurut saya, ungkapan beliau tidak bermaksud untuk apa-apa, namun semata untuk memajukan eksistensi farmasi dimata masyarakat menjadi lebih baik lagi. Biarkanlah masa transisi ini kita nikmati dan kita pelajari. 2 atau 3 tahun kedepan kita tunjukkan setiap sindiran yang kurang mengenakkan hati dengan bukti.
          Selanjutnya yaitu materi yang juga tidak kalah menarik dari Presiden Mahasiswa di Riau yang membuka pikiran kta akan identitas Mahasiswa yang sebenarnya. Bagaimana harusnya Mahasiswa bertindak sebagai perpanjangan tangan masyarakat. Bahwa aksi mahasiswa adalah bagian terpenting dari kontribusi. Bukan lagi masanya diam menerima dan patuh, namun ikut mengkritisi, ikut ambil bagian mengkawal perubahan yang lebih baik menjadi tugas utama mahasiswa secara umumnya.  
           Materi terakhir sebagai penutup di hari kedua ini adalah Diskusi Harian. Ini merupakan agenda terfavorite para peserta dikarenakan dapat menuangkan segala opini dan aspirasi yang tidak dapat tersampaikan atau bahkan pertanyaan yang belum terjawab karena sesi yang dirasa kurang. Di sini ajang kami bertukar pikiran, mempraktekkan menjadi pembicara ang hebat setelah seharian menjadi pendengar yang hebat. Kelompok saya di dampingi oleh Ka Johanrik sebagai fasilitator kami. Banyak ilmu lagi yang kami dapatkan, dan pemikiran-pemikiran yang berbeda yang kami tangkap kemudian diluruskan oleh Kak Jo. Seneng banget sesi ini. Sesi mendalami, mengkritisi bahkan menuangkan solusi dari kami mengenai semua penjelasan tadi. 
       Setelah full agenda pada hari sebelumnya, hari ini materi yang kami terima lebih ringan dari sebelum-sebelumnya mengenai permasalahan wilayah, penampilan non wilayah, pembahasan ISMAFARSI Dulu, Masa Kini dan Masa Depan. Banyak yang terjadi di ISMAFARSI, banyak tujuan dari para pendahulu yang masih menjadi PR untuk kita semua. Bagi saya materi ini membuka wawasan mengenai pengorbanan setiap BP/BPH dan Sekjend yang sebenarnya sama halnya dengan kita semua yang ada disana. Berharap Farmasi menjadi lebih baik lagi denga  kontrbusi dan dedikasi dari generasi-generasi yang tidak cuma membual dengan janji tetapi membuktikan dengan prestasi dan aksi. Kami di arahkan bahwa yang berorganisasipun tidak boleh kalah mengejar prestasi karena dalam dunia Farmasi pada kenyataannya, para atasan, stakeholder dapat melirik dan mengakui kerja keras kita jika kita berprestasi. Kita membuktikan bahwa kita tidak hanya orang yang pandai berbicara disana dan sini tetapi kita paham betul problema yang terjadi dan juga punya solusi. Dan materi dialnjutkan dengan penampilan dari kami tiap peserta sebagai penutup serangkaian kegiatan kita selama 3 hari ini. Dan disanalah akhir dari setiap perdebatan, obrolan mengenai permasalahan kefarmasian, dan lain-lain, karena keesokan harinya yang ada hanya outbound yang menyenangkan. Mengesankan! Hal-hal semacam ini tidak akan kita dapati dibangku perkuliahan. Belajar menerima orang baru, belajar beradaptasi, belajar meruntuhkan keegoisan dan belajar menghargai setiap saran dan pendapat yang bertentangan. Di IPLFlah kita memahami arti dari persatuan yang sebenarnya. Kota-kota di Indonesia menjadi terasa lebih dekat.Terima kasih panitia. Terima kasih ISMAFARSI karena telah menyatukan kami.
Terima kasih R3SEPTOR :)




                                 
                                                                                  
                                           














Ceritaul✨ . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates